Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur, Indonesia, yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya menjadi kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang luas di Nusantara pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389.
Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia.Kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan.
Historiografi
Hanya terdapat sedikit bukti fisik sisa-sisa Majapahit, dan sejarahnya tidak jelas.Sumber utama yang digunakan oleh para sejarawan adalah Pararaton ('Kitab Raja-raja') dalam bahasa Kawi dan Nagarakretagama dalam bahasa Jawa Kuno. Pararaton terutama menceritakan Ken Arok (pendiri Kerajaan Singhasari) namun juga memuat beberapa bagian pendek mengenai terbentuknya Majapahit. Sementara itu, Nagarakertagama merupakan puisi Jawa Kuno yang ditulis pada masa keemasan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk. Setelah masa itu, hal yang terjadi tidaklah jelas. Selain itu, terdapat beberapa prasasti dalam bahasa Jawa Kuno maupun catatan sejarah dari Tiongkok dan negara-negara lain.
Keakuratan semua naskah berbahasa Jawa tersebut dipertentangkan.
Tidak dapat disangkal bahwa sumber-sumber itu memuat unsur non-historis
dan mitos. Beberapa sarjana seperti C.C. Berg menganggap semua naskah
tersebut bukan catatan masa lalu, tetapi memiliki arti supernatural
dalam hal dapat mengetahui masa depan.
Namun demikian, banyak pula sarjana yang beranggapan bahwa garis besar
sumber-sumber tersebut dapat diterima karena sejalan dengan catatan
sejarah dari Tiongkok, khususnya daftar penguasa dan keadaan kerajaan
yang tampak cukup pasti.
Sejarah
Berdirinya Majapahit
Sebelum berdirinya Majapahit, Singhasari telah menjadi kerajaan paling kuat di Jawa. Hal ini menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan yang bernama Meng Chiupeti. Kertanagara,
penguasa kerajaan Singhasari yang terakhir menolak untuk membayar upeti
dan mempermalukan utusan tersebut dengan merusak wajahnya dan memotong
telinganya.1293. ke Singhasari yang menuntut Kublai Khan marah dan lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun
Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah menggulingkan dan membunuh Kertanegara. Atas saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden Wijaya, menantu Kertanegara, yang datang menyerahkan diri. Raden Wijaya kemudian diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa "pahit" dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol
tiba, Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol untuk bertempur melawan
Jayakatwang. Setelah berhasil menjatuhkan Jayakatwang, Raden Wijaya
berbalik menyerang sekutu Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik
pulang kembali pasukannya secara kalang-kabut karena mereka berada di
negeri asing. Saat itu juga merupakan kesempatan terakhir mereka untuk menangkap angin muson agar dapat pulang, atau mereka terpaksa harus menunggu enam bulan lagi di pulau yang asing.
Tanggal pasti yang digunakan sebagai tanggal kelahiran kerajaan
Majapahit adalah hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja, yaitu tanggal
15 bulan Kartika tahun 1215 saka yang bertepatan dengan tanggal 10 November 1293. Ia dinobatkan dengan nama resmi Kertarajasa Jayawardhana. Kerajaan ini menghadapi masalah. Beberapa orang terpercaya Kertarajasa, termasuk Ranggalawe, Sora, dan Nambi memberontak melawannya, meskipun pemberontakan tersebut tidak berhasil. Slamet Muljana menduga bahwa mahapatih Halayudha
lah yang melakukan konspirasi untuk menjatuhkan semua orang tepercaya
raja, agar ia dapat mencapai posisi tertinggi dalam pemerintahan. Namun
setelah kematian pemberontak terakhir (Kuti), Halayudha ditangkap dan dipenjara, dan lalu dihukum mati. Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309.
Putra dan penerus Wijaya adalah Jayanegara. Pararaton menyebutnya Kala Gemet, yang berarti "penjahat lemah". Kira-kira pada suatu waktu dalam kurun pemerintahan Jayanegara, seorang pendeta Italia, Odorico da Pordenone mengunjungi keraton Majapahit di Jawa.
Pada tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh tabibnya, Tanca. Ibu tirinya
yaitu Gayatri Rajapatni seharusnya menggantikannya, akan tetapi
Rajapatni memilih mengundurkan diri dari istana dan menjadi bhiksuni. Rajapatni menunjuk anak perempuannya Tribhuwana Wijayatunggadewi untuk menjadi ratu Majapahit. Pada tahun 1336, Tribhuwana menunjuk Gajah Mada sebagai Mahapatih, pada saat pelantikannya Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa
yang menunjukkan rencananya untuk melebarkan kekuasaan Majapahit dan
membangun sebuah kemaharajaan. Selama kekuasaan Tribhuwana, kerajaan
Majapahit berkembang menjadi lebih besar dan terkenal di kepulauan
Nusantara. Tribhuwana berkuasa di Majapahit sampai kematian ibunya pada
tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk.
Kejayaan Majapahit
Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan bantuan mahapatihnya, Gajah Mada. Di bawah perintah Gajah Mada (1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak wilayah.
Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik ( Singapura) dan sebagian kepulauan Filipina. Sumber ini menunjukkan batas terluas sekaligus puncak kejayaan Kemaharajaan Majapahit.
Namun demikian, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa
daerah-daerah kekuasaan tersebut tampaknya tidaklah berada di bawah
kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi terhubungkan satu sama lain oleh
perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja. Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok.
Selain melancarkan serangan dan ekspedisi militer, Majapahit juga
menempuh jalan diplomasi dan menjalin persekutuan. Kemungkinan karena
didorong alasan politik, Hayam Wuruk berhasrat mempersunting Citraresmi (Pitaloka), putri Kerajaan Sunda sebagai permaisurinya.
Pihak Sunda menganggap lamaran ini sebagai perjanjian persekutuan. Pada
1357 rombongan raja Sunda beserta keluarga dan pengawalnya bertolak ke
Majapahit mengantarkan sang putri untuk dinikahkan dengan Hayam Wuruk.
Akan tetapi Gajah Mada
melihat hal ini sebagai peluang untuk memaksa kerajaan Sunda takluk di
bawah Majapahit. Pertarungan antara keluarga kerajaan Sunda dengan
tentara Majapahit di lapangan Bubat tidak terelakkan. Meski dengan gagah
berani memberikan perlawanan, keluarga kerajaan Sunda kewalahan dan
akhirnya dikalahkan. Hampir seluruh rombongan keluarga kerajaan Sunda
dapat dibinasakan secara kejam. Tradisi menyebutkan bahwa sang putri yang kecewa, dengan hati remuk redam melakukan "bela pati", bunuh diriKidung Sunda yang disusun pada zaman kemudian di Bali. Kisah ini disinggung dalam Pararaton tetapi sama sekali tidak disebutkan dalam Nagarakretagama. Kisah Pasunda Bubat menjadi tema utama dalam naskah untuk membela kehormatan negaranya.
Kakawin Nagarakretagama yang disusun pada tahun 1365 menyebutkan budaya keraton
yang adiluhung, anggun, dan canggih, dengan cita rasa seni dan sastra
yang halus dan tinggi, serta sistem ritual keagamaan yang rumit. Sang
pujangga menggambarkan Majapahit sebagai pusat mandala raksasa yang membentang dari Sumatera ke Papua, mencakup Semenanjung Malaya dan Maluku.
Tradisi lokal di berbagai daerah di Nusantara masih mencatat kisah
legenda mengenai kekuasaan Majapahit. Administrasi pemerintahan langsung
oleh kerajaan Majapahit hanya mencakup wilayah Jawa Timur dan Bali,
di luar daerah itu hanya semacam pemerintahan otonomi luas, pembayaran
upeti berkala, dan pengakuan kedaulatan Majapahit atas mereka. Akan
tetapi segala pemberontakan atau tantangan bagi ketuanan Majapahit atas
daerah itu dapat mengundang reaksi keras.
Pada tahun 1377, beberapa tahun setelah kematian Gajah Mada,
Majapahit melancarkan serangan laut untuk menumpas pemberontakan di Palembang.
Meskipun penguasa Majapahit memperluas kekuasaannya pada berbagai
pulau dan kadang-kadang menyerang kerajaan tetangga, perhatian utama
Majapahit nampaknya adalah mendapatkan porsi terbesar dan mengendalikan
perdagangan di kepulauan Nusantara. Pada saat inilah pedagang muslim dan penyebar agama Islam mulai memasuki kawasan ini.
Jatuhnya Majapahit
Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14,
kekuasaan Majapahit berangsur-angsur melemah. Setelah wafatnya Hayam
Wuruk pada tahun 1389, Majapahit memasuki masa kemunduran akibat konflik
perebutan takhta. Pewaris Hayam Wuruk adalah putri mahkota
Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana. Hayam Wuruk juga memiliki seorang putra dari selirnya Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas takhta. Perang saudara yang disebut Perang Paregreg
diperkirakan terjadi pada tahun 1405-1406, antara Wirabhumi melawan
Wikramawardhana. Perang ini akhirnya dimenangi Wikramawardhana, semetara
Wirabhumi ditangkap dan kemudian dipancung. Tampaknya perang saudara
ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah taklukannya di
seberang.
Pada kurun pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi laut Dinasti Ming yang dipimpin oleh laksamana Cheng Ho,
seorang jenderal muslim China, tiba di Jawa beberapa kali antara kurun
waktu 1405 sampai 1433. Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho ini telah
menciptakan komunitas muslim China dan Arab di beberapa kota pelabuhan
pantai utara Jawa, seperti di Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel; maka Islam pun mulai memiliki pijakan di pantai utara Jawa.
Wikramawardhana memerintah hingga tahun 1426, dan diteruskan oleh putrinya, Ratu Suhita,
yang memerintah pada tahun 1426 sampai 1447. Ia adalah putri kedua
Wikramawardhana dari seorang selir yang juga putri kedua Wirabhumi. Pada
1447, Suhita mangkat dan pemerintahan dilanjutkan oleh Kertawijaya, adik laki-lakinya. Ia memerintah hingga tahun 1451. Setelah Kertawijaya wafat, Bhre Pamotan
menjadi raja dengan gelar Rajasawardhana dan memerintah di Kahuripan.
Ia wafat pada tahun 1453 AD. Terjadi jeda waktu tiga tahun tanpa raja
akibat krisis pewarisan takhta. Girisawardhana,
putra Kertawijaya, naik takhta pada 1456. Ia kemudian wafat pada 1466
dan digantikan oleh Singhawikramawardhana. Pada 1468 pangeran Kertabhumi
memberontak terhadap Singhawikramawardhana dan mengangkat dirinya
sebagai raja Majapahit.
Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama sudah mulai memasuki Nusantara.
Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, pengaruh Majapahit di
seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan, sebuah kerajaan
perdagangan baru yang berdasarkan Islam, yaitu Kesultanan Malaka, mulai muncul di bagian barat Nusantara. Di bagian barat kemaharajaan yang mulai runtuh ini, Majapahit tak kuasa lagi membendung kebangkitan Kesultanan Malaka yang pada pertengahan abad ke-15 mulai menguasai Selat Malaka
dan melebarkan kekuasaannya ke Sumatera. Sementara itu beberapa jajahan
dan daerah taklukan Majapahit di daerah lainnya di Nusantara, satu per
satu mulai melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit.
Singhawikramawardhana memindahkan ibu kota kerajaan lebih jauh ke pedalaman di Daha (bekas ibu kota Kerajaan Kediri) dan terus memerintah disana hingga digantikan oleh putranya Ranawijaya
pada tahun 1474. Pada 1478 Ranawijaya mengalahkan Kertabhumi dan
mempersatukan kembali Majapahit menjadi satu kerajaan. Ranawijaya
memerintah pada kurun waktu 1474 hingga 1519 dengan gelar
Girindrawardhana. Meskipun demikian kekuatan Majapahit telah melemah
akibat konflik dinasti ini dan mulai bangkitnya kekuatan
kerajaan-kerajaan Islam di pantai utara Jawa.
Waktu berakhirnya Kemaharajaan Majapahit berkisar pada kurun waktu
tahun 1478 (tahun 1400 saka, berakhirnya abad dianggap sebagai waktu
lazim pergantian dinasti dan berakhirnya suatu pemerintahan) hingga tahun 1527.
Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang berbunyi sirna ilang kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka, atau 1478 Masehi.
Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi”. Namun
demikian yang sebenarnya digambarkan oleh candrasengkala tersebut adalah
gugurnya Bhre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, oleh Girindrawardhana
Menurut prasasti Jiyu dan Petak, Ranawijaya mengaku bahwa ia telah mengalahkan Kertabhumi dan memindahkan ibu kota ke Daha (Kediri). Peristiwa ini memicu perang antara Daha dengan Kesultanan Demak, karena penguasa Demak adalah keturunan Kertabhumi. Peperangan ini dimenangi Demak pada tahun 1527. Sejumlah besar abdi istana, seniman, pendeta, dan anggota keluarga kerajaan mengungsi ke pulau Bali.
Pengungsian ini kemungkinan besar untuk menghindari pembalasan dan
hukuman dari Demak akibat selama ini mereka mendukung Ranawijaya melawan
Kertabhumi.
Dengan jatuhnya Daha yang dihancurkan oleh Demak pada tahun 1527,
kekuatan kerajaan Islam pada awal abad ke-16 akhirnya mengalahkan sisa
kerajaan Majapahit.
Demak dibawah pemerintahan Raden (kemudian menjadi Sultan) Patah
(Fatah), diakui sebagai penerus kerajaan Majapahit. Menurut Babad Tanah
Jawi dan tradisi Demak, legitimasi Raden Patah karena ia adalah putra
raja Majapahit Brawijaya V dengan seorang putri China.
Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis (Tome Pires), dan Italia (Pigafetta) mengindikasikan bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M.
Demak memastikan posisinya sebagai kekuatan regional dan menjadi
kerajaan Islam pertama yang berdiri di tanah Jawa. Saat itu setelah
keruntuhan Majapahit, sisa kerajaan Hindu yang masih bertahan di Jawa
hanya tinggal kerajaan Blambangan di ujung timur, serta Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajaran di bagian barat. Perlahan-lahan Islam mulai menyebar seiring mundurnya masyarakat Hindu ke pegunungan dan ke Bali. Beberapa kantung masyarakat Hindu Tengger hingga kini masih bertahan di pegunungan Tengger, kawasan Bromo dan Semeru
Kebudayaan
"Dari semua bangunan, tidak ada tiang yang luput dari ukiran halus dan warna indah" [Dalam lingkungan dikelilingi tembok] "terdapat pendopo anggun beratap ijuk, indah bagai pemandangan dalam lukisan... Kelopak bunga katangga gugur tertiup angin dan bertaburan di atas atap. Atap itu bagaikan rambut gadis yang berhiaskan bunga, menyenangkan hati siapa saja yang memandangnya".
Nagarakretagama menyebutkan budaya keraton yang adiluhung dan anggun,
dengan cita rasa seni dan sastra yang halus, serta sistem ritual
keagamaan yang rumit. Peristiwa utama dalam kalender tata negara digelar
tiap hari pertama bulan Caitra (Maret-April) ketika semua utusan dari
semua wilayah taklukan Majapahit datang ke istana untuk membayar upeti atau pajak.
Kawasan Majapahit secara sederhana terbagi dalam tiga jenis: keraton
termasuk kawasan ibu kota dan sekitarnya; wilayah-wilayah di Jawa Timur
dan Bali yang secara langsung dikepalai oleh pejabat yang ditunjuk
langsung oleh raja; serta wilayah-wilayah taklukan di kepulauan
Nusantara yang menikmati otonomi luas.
Ibu kota Majapahit di Trowulan merupakan kota besar dan terkenal dengan perayaan besar keagamaan yang diselenggarakan setiap tahun. Agama Buddha, Siwa, dan Waisnawa (pemuja Wisnu)
dipeluk oleh penduduk Majapahit, dan raja dianggap sekaligus titisan
Buddha, Siwa, maupun Wisnu. Nagarakertagama sama sekali tidak
menyinggung tentang Islam, akan tetapi sangat mungkin terdapat beberapa pegawai atau abdi istana muslim saat itu.
Walaupun batu bata telah digunakan dalam candi pada masa sebelumnya, arsitek Majapahitlah yang paling ahli menggunakannya. Candi-candi Majapahit berkualitas baik secara geometris dengan memanfaatkan getah tumbuhan merambat dan gula merah sebagai perekat batu bata. Contoh candi Majapahit yang masih dapat ditemui sekarang adalah Candi Tikus dan Gapura Bajang Ratu di Trowulan, Mojokerto.
".... Raja [Jawa] memiliki bawahan tujuh raja bermahkota. [Dan] pulaunya berpenduduk banyak, merupakan pulau terbaik kedua yang pernah ada.... Raja pulau ini memiliki istana yang luar biasa mengagumkan. Karena sangat besar, tangga dan bagian dalam ruangannya berlapis emas dan perak, bahkan atapnya pun bersepuh emas. Kini Khan Agung dari China beberapa kali berperang melawan raja ini; akan tetapi selalu gagal dan raja ini selalu berhasil mengalahkannya."
Catatan yang berasal dari sumber ItaliaOdorico da Pordenone". Ia mengunjungi beberapa tempat di Nusantara: Sumatera, Jawa, dan Banjarmasin di Kalimantan. Ia dikirim PausJalur Sutra
mengenai Jawa pada era Majapahit didapatkan dari catatan perjalanan
Mattiussi, seorang pendeta Ordo Fransiskan dalam bukunya: "Perjalanan
Pendeta menuju Eropa pada 1330.
untuk menjalankan misi Katolik di Asia Tengah. Pada 1318 ia berangkat
dari Padua, menyeberangi Laut Hitam dan menembus Persia, terus hingga
mencapai Kolkata, Madras, dan Srilanka. Lalu menuju kepulauan Nikobar
hingga mencapai Sumatera, lalu mengunjungi Jawa dan Banjarmasin. Ia
kembali ke Italia melalui jalan darat lewat Vietnam, China, terus
mengikuti
Di buku ini ia menyebut kunjungannya di Jawa tanpa menjelaskan lebih
rinci nama tempat yang ia kunjungi. Disebutkan raja Jawa menguasai tujuh
raja bawahan. Disebutkan juga di pulau ini terdapat banyak cengkeh, kemukus, pala,
dan berbagai rempah-rempah lainnya. Ia menyebutkan istana raja Jawa
sangat mewah dan mengagumkan, penuh bersepuh emas dan perak. Ia juga
menyebutkan raja Mongol
beberapa kali berusaha menyerang Jawa, tetapi selalu gagal dan berhasil
diusir kembali. Kerajaan Jawa yang disebutkan disini tak lain adalah
Majapahit yang dikunjungi pada suatu waktu dalam kurun 1318-1330 pada
masa pemerintahan Jayanegara.
Ekonomi
Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan.
Pajak dan denda dibayarkan dalam uang tunai. Ekonomi Jawa telah
sebagian mengenal mata uang sejak abad ke-8 pada masa kerajaan Medang
yang menggunakan butiran dan keping uang emas dan perak. Sekitar tahun
1300, pada masa pemerintahan raja pertama Majapahit, sebuah perubahan
moneter penting terjadi: keping uang dalam negeri diganti dengan uang
"kepeng" yaitu keping uang tembaga impor dari China. Pada November 2008
sekitar 10.388 keping koin China kuno seberat sekitar 40 kilogram digali
dari halaman belakang seorang penduduk di Sidoarjo. Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur memastikan bahwa koin tersebut berasal dari era Majapahit.
Alasan penggunaan uang logam atau koin asing ini tidak disebutkan dalam
catatan sejarah, akan tetapi kebanyakan ahli menduga bahwa dengan
semakin kompleksnya ekonomi Jawa, maka diperlukan uang pecahan kecil
atau uang receh dalam sistem mata uang
Majapahit agar dapat digunakan dalam aktivitas ekonomi sehari-hari di
pasar Majapahit. Peran ini tidak cocok dan tidak dapat dipenuhi oleh
uang emas dan perak yang mahal.
Beberapa gambaran mengenai skala ekonomi dalam negeri Jawa saat itu
dikumpulkan dari berbagai data dan prasasti. Prasasti Canggu yang
berangka tahun 1358 menyebutkan sebanyak 78 titik perlintasan berupa
tempat perahu penyeberangan di dalam negeri (mandala Jawa).
Prasasti dari masa Majapahit menyebutkan berbagai macam pekerjaan dan
spesialisasi karier, mulai dari pengrajin emas dan perak, hingga penjual
minuman, dan jagal atau tukang daging. Meskipun banyak di antara
pekerjaan-pekerjaan ini sudah ada sejak zaman sebelumnya, namun proporsi
populasi yang mencari pendapatan dan bermata pencarian di luar
pertanian semakin meningkat pada era Majapahit.
Menurut catatan Wang Ta-Yuan, pedagang Tiongkok, komoditas ekspor Jawa pada saat itu ialah lada, garam, kain, dan burung kakak tua, sedangkan komoditas impornya adalah mutiara, emas, perak, sutra, barang keramik, dan barang dari besi. Mata uangnya dibuat dari campuran perak, timah putih, timah hitam, dan tembaga. Selain itu, catatan Odorico da Pordenone, biarawan Katolik Roma dari Italia yang mengunjungi Jawa pada tahun 1321, menyebutkan bahwa istana raja Jawa penuh dengan perhiasan emas, perak, dan permata.
Kemakmuran Majapahit diduga karena dua faktor. Faktor pertama; lembah sungai Brantas dan Bengawan Solo di dataran rendah Jawa Timur utara sangat cocok untuk pertanian padi.
Pada masa jayanya Majapahit membangun berbagai infrastruktur irigasi,
sebagian dengan dukungan pemerintah. Faktor kedua; pelabuhan-pelabuhan
Majapahit di pantai utara Jawa mungkin sekali berperan penting sebagai
pelabuhan pangkalan untuk mendapatkan komoditas rempah-rempah Maluku. Pajak yang dikenakan pada komoditas rempah-rempah yang melewati Jawa merupakan sumber pemasukan penting bagi Majapahit.
Nagarakretagama menyebutkan bahwa kemashuran penguasa Wilwatikta
telah menarik banyak pedagang asing, di antaranya pedagang dari India, Khmer, Siam, dan China.
Pajak khusus dikenakan pada orang asing terutama yang menetap
semi-permanen di Jawa dan melakukan pekerjaan selain perdagangan
internasional. Majapahit memiliki pejabat sendiri untuk mengurusi
pedagang dari India dan Tiongkok yang menetap di ibu kota kerajaan maupun berbagai tempat lain di wilayah Majapahit di Jawa.
Struktur pemerintahan
Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi yang teratur pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, dan tampaknya struktur dan birokrasi tersebut tidak banyak berubah selama perkembangan sejarahnya. Raja dianggap sebagai penjelmaan dewa di dunia dan ia memegang otoritas politik tertinggi.
Aparat birokrasi
Raja dibantu oleh sejumlah pejabat
birokrasi dalam melaksanakan pemerintahan, dengan para putra dan
kerabat dekat raja memiliki kedudukan tinggi. Perintah raja biasanya
diturunkan kepada pejabat-pejabat di bawahnya, antara lain yaitu:
- Rakryan Mahamantri Katrini, biasanya dijabat putra-putra raja
- Rakryan Mantri ri Pakira-kiran, dewan menteri yang melaksanakan pemerintahan
- Dharmmadhyaksa, para pejabat hukum keagamaan
- Dharmma-upapatti, para pejabat keagamaan
Dalam Rakryan Mantri ri Pakira-kiran terdapat seorang pejabat yang terpenting yaitu Rakryan MapatihPatih Hamangkubhumi.
Pejabat ini dapat dikatakan sebagai perdana menteri yang bersama-sama
raja dapat ikut melaksanakan kebijaksanaan pemerintahan. Selain itu,
terdapat pula semacam dewan pertimbangan kerajaan yang anggotanya para
sanak saudara raja, yang disebut Bhattara Saptaprabhu. atau
Pembagian wilayah
Dalam pembentukannya, kerajaan Majapahit merupakan kelanjutan Singhasari, terdiri atas beberapa kawasan tertentu di bagian timur dan bagian tengah Jawa. Daerah ini diperintah oleh uparaja yang disebut Paduka Bhattara yang bergelar Bhre atau "Bhatara i".
Gelar ini adalah gelar tertinggi bangsawan kerajaan. Biasanya posisi
ini hanyalah untuk kerabat dekat raja. Tugas mereka adalah untuk
mengelola kerajaan mereka, memungut pajak, dan mengirimkan upeti ke
pusat, dan mengelola pertahanan di perbatasan daerah yang mereka pimpin.
Selama masa pemerintahan Hayam Wuruk
(1350 s.d. 1389) ada 12 wilayah di Majapahit, yang dikelola oleh
kerabat dekat raja. Hierarki dalam pengklasifikasian wilayah di kerajaan
Majapahit dikenal sebagai berikut:
- Bhumi: kerajaan, diperintah oleh Raja
- Nagara: diperintah oleh rajya (gubernur), atau natha (tuan), atau bhre (pangeran atau bangsawan)
- Watek: dikelola oleh wiyasa,
- Kuwu: dikelola oleh lurah,
- Wanua: dikelola oleh thani,
- Kabuyutan: dusun kecil atau tempat sakral.
No | Provinsi | Gelar | Penguasa | Hubungan dengan Raja | ||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1 | Kahuripan (atau Janggala, sekarang Surabaya) | Bhre Kahuripan | Tribhuwanatunggadewi | ibu suri | ||||||||
2 | Daha (bekas ibukota dari Kediri) | Bhre Daha | Rajadewi Maharajasa | bibi sekaligus ibu mertua | ||||||||
3 | Tumapel (bekas ibukota dari Singhasari) | Bhre Tumapel | Kertawardhana | ayah | ||||||||
4 | Wengker (sekarang Ponorogo) | Bhre Wengker | Wijayarajasa | paman sekaligus ayah mertua | ||||||||
5 | Matahun (sekarang Bojonegoro) | Bhre Matahun | Rajasawardhana | suami dari Putri Lasem, sepupu raja | ||||||||
6 | Wirabhumi (Blambangan) | Bhre Wirabhumi | Bhre Wirabhumi1 | anak | ||||||||
7 | Paguhan | Bhre Paguhan | Singhawardhana | saudara laki-laki ipar | ||||||||
8 | Kabalan | Bhre Kabalan | Kusumawardhani2 | anak perempuan | ||||||||
9 | Pawanuan | Bhre Pawanuan | Surawardhani | keponakan perempuan | ||||||||
10 | Lasem (kota pesisir di Jawa Tengah) | Bhre Lasem | Rajasaduhita Indudewi | sepupu | ||||||||
11 | Pajang (sekarang Surakarta) | Bhre Pajang | Rajasaduhita Iswari | saudara perempuan | ||||||||
12 | Mataram (sekarang Yogyakarta) | Bhre Mataram | Wikramawardhana2 | keponakan laku-laki | ||||||||
Catatan: 1 Bhre Wirabhumi sebenarnya adalah gelar: Pangeran Wirabhumi (blambangan), nama aslinya tidak diketahui dan sering disebut sebagai Bhre Wirabhumi dari Pararaton. Dia menikah dengan Nagawardhani, keponakan perempuan raja. 2 Kusumawardhani (putri raja) menikah dengan Wikramawardhana (keponakan laki-laki raja), pasangan ini lalu menjadi pewaris tahta. |
Sedangkan dalam Prasasti Wingun Pitu (1447 M) disebutkan bahwa pemerintahan Majapahit dibagi menjadi 14 daerah bawahan, yang dipimpin oleh seseorang yang bergelar Bhre. Daerah-daerah bawahan tersebut yaitu:
|
|
|
|
|
Saat Majapahit memasuki era kemaharajaan Thalasokrasi
saat pemerintahan Gajah Mada, beberapa negara bagian di luar negeri
juga termasuk dalam lingkaran pengaruh Majapahit, sebagai hasilnya,
konsep teritorial yang lebih besar pun terbentuk:
- Negara Agung, atau Negara Utama, inti kerajaan. Area awal Majapahit atau Majapahit Lama selama masa pembentukannya sebelum memasuki era kemaharajaan. Yang termasuk area ini adalah ibukota kerajaan dan wilayah sekitarnya dimana raja secara efektif menjalankan pemerintahannya. Area ini meliputi setengah bagian timur Jawa, dengan semua provinsinya yang dikelola oleh para Bhre (bangsawan), yang merupakan kerabat dekat raja.
- Mancanegara, area yang melingkupi Negara Agung. Area ini secara langsung dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa, dan wajib membayar upeti tahunan. Akan tetapi, area-area tersebut biasanya memiliki penguasa atau raja pribumi, yang kemungkinan membentuk persekutuan atau menikah dengan keluarga kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit menempatkan birokrat dan pegawainya di tempat-tempat ini dan mengatur kegiatan perdagangan luar negeri mereka dan mengumpulkan pajak, namun mereka menikmati otonomi internal yang cukup besar. Wilayah Mancanegara termasuk didalamnya seluruh daerah Pulau Jawa lainnya, Madura, Bali, dan juga Dharmasraya, Pagaruyung, Lampung dan Palembang di Sumatra.
- Nusantara, adalah area yang tidak mencerminkan kebudayaan Jawa, tetapi termasuk ke dalam koloni dan mereka harus membayar upeti tahunan. Mereka menikmati otonomi yang cukup luas dan kebebasan internal, dan Majapahit tidak merasa penting untuk menempatkan birokratnya atau tentara militernya di sini; akan tetapi, tantangan apa pun yang terlihat mengancam ketuanan Majapahit atas wilayah itu akan menuai reaksi keras. Termasuk dalam area ini adalah kerajaan kecil dan koloni di Maluku, Kepulauan Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya.
Ketiga kategori itu masuk ke dalam lingkaran pengaruh Kerajaan
Majapahit. Akan tetapi Majapahit juga mengenal lingkup keempat yang
didefinisikan sebagai hubungan diplomatik luar negeri:
- Mitreka Satata, yang secara harafiah berarti "mitra dengan tatanan (aturan) yang sama". Hal itu menunjukkan negara independen luar negeri yang dianggap setara oleh Majapahit, bukan sebagai bawahan dalam kekuatan Majapahit. Menurut Negarakertagama pupuh 15, bangsa asing adalah Syangkayodhyapura (Ayutthaya di Thailand), Dharmmanagari (Kerajaan Nakhon Si Thammarat), Marutma, Rajapura dan Sinhanagari (kerajaan di Myanmar), Kerajaan Champa, KambojaKamboja), dan Yawana (Annam). Mitreka Satata dapat dianggap sebagai aliansi Majapahit, karena kerajaan asing di luar negeri seperti China dan India tidak termasuk dalam kategori ini meskipun Majapahit telah melakukan hubungan luar negeri dengan kedua bangsa ini. (
Pola kesatuan politik khas sejarah Asia Tenggara purba seperti ini kemudian diidentifikasi oleh sejarahwan modern sebagai "mandala",
yaitu kesatuan yang politik ditentukan oleh pusat atau inti
kekuasaannya daripada perbatasannya, dan dapat tersusun atas beberapa
unit politik bawahan tanpa integrasi administratif lebih lanjut.
Daerah-daerah bawahan yang termasuk dalam lingkup mandala Majapahit,
yaitu wilayah Mancanegara dan Nusantara, umumnya memiliki pemimpin asli
penguasa daerah tersebut yang menikmati kebebasan internal cukup luas.
Wilayah-wilayah bawahan ini meskipun sedikit-banyak dipengaruhi
Majapahit, tetap menjalankan sistem pemerintahannya sendiri tanpa
terintegrasi lebih lanjut oleh kekuasaan pusat di ibu kota Majapahit.
Pola kekuasaan mandala ini juga ditemukan dalam kerajaan-kerajaan
sebelumnya, seperti Sriwijaya dan Angkor, serta mandala-mandala tetangga Majapahit yang sezaman; Ayutthaya dan Champa.
Raja-raja Majapahit
Para penguasa Majapahit adalah penerus dari keluarga kerajaan Singhasari, yang dirintis oleh Sri Ranggah Rajasa, pendiri Wangsa Rajasa
pada akhir abad ke-13. Berikut adalah daftar penguasa Majapahit.
Perhatikan bahwa terdapat periode kekosongan antara pemerintahan
Rajasawardhana (penguasa ke-8) dan Girishawardhana yang mungkin
diakibatkan oleh krisis suksesi yang memecahkan keluarga kerajaan
Majapahit menjadi dua kelompok.
Nama Raja | Gelar | Tahun |
---|---|---|
Raden Wijaya | Kertarajasa Jayawardhana | 1293 - 1309 |
Kalagamet | Sri Jayanagara | 1309 - 1328 |
Sri Gitarja | Tribhuwana Wijayatunggadewi | 1328 - 1350 |
Hayam Wuruk | Sri Rajasanagara | 1350 - 1389 |
Wikramawardhana | 1389 - 1429 | |
Suhita | Dyah Ayu Kencana Wungu | 1429 - 1447 |
Kertawijaya | Brawijaya I | 1447 - 1451 |
Rajasawardhana | Brawijaya II | 1451 - 1453 |
Purwawisesa atau Girishawardhana | Brawijaya III | 1456 - 1466 |
Bhre Pandansalas, atau Suraprabhawa | Brawijaya IV | 1466 - 1468 |
Bhre Kertabumi | Brawijaya V | 1468 - 1478 |
Girindrawardhana | Brawijaya VI | 1478 - 1498 |
Patih Udara | 1498 - 1518 |
Warisan sejarah
Majapahit telah menjadi sumber inspirasi kejayaan masa lalu bagi bangsa-bangsa Nusantara pada abad-abad berikutnya.
Legitimasi politik
Kesultanan-kesultanan Islam Demak, Pajang, dan Mataram
berusaha mendapatkan legitimasi atas kekuasaan mereka melalui hubungan
ke Majapahit. Demak menyatakan legitimasi keturunannya melalui Kertabhumi; pendirinya, Raden Patah, menurut babad-babad keraton Demak dinyatakan sebagai anak Kertabhumi dan seorang Putri Cina, yang dikirim ke luar istana sebelum ia melahirkan. Penaklukan Mataram atas Wirasaba tahun 1615 yang dipimpin langsung oleh Sultan Agung
sendiri memiliki arti penting karena merupakan lokasi ibukota
Majapahit. Keraton-keraton Jawa Tengah memiliki tradisi dan silsilah
yang berusaha membuktikan hubungan para rajanya dengan keluarga kerajaan
Majapahit — sering kali dalam bentuk makam leluhur, yang di Jawa
merupakan bukti penting — dan legitimasi dianggap meningkat
melalui hubungan tersebut. Bali secara khusus mendapat pengaruh besar
dari Majapahit, dan masyarakat Bali menganggap diri mereka penerus
sejati kebudayaan Majapahit.
Para penggerak nasionalisme Indonesia modern, termasuk mereka yang terlibat Gerakan Kebangkitan Nasional di awal abad ke-20, telah merujuk pada Majapahit, disamping Sriwijaya,
sebagai contoh gemilang masa lalu Indonesia. Majapahit kadang dijadikan
acuan batas politik negara Republik Indonesia saat ini.Partai Komunis Indonesia menyampaikan visinya tentang masyarakat tanpa kelas sebagai penjelmaan kembali dari Majapahit yang diromantiskan.Sukarno juga mengangkat Majapahit untuk kepentingan persatuan bangsa, sedangkan Orde Baru menggunakannya untuk kepentingan perluasan dan konsolidasi kekuasaan negara. Sebagaimana Majapahit, negara Indonesia modern meliputi wilayah yang luas dan secara politik berpusat di pulau Jawa. Dalam propaganda yang dijalankan tahun 1920-an,
Beberapa simbol dan atribut kenegaraan Indonesia berasal dari elemen-elemen Majapahit. Bendera kebangsaan Indonesia "Sang Merah Putih"
atau kadang disebut "Dwiwarna" ("dua warna"), berasal dari warna Panji
Kerajaan Majapahit. Demikian pula bendera armada kapal perang TNI Angkatan Laut berupa garis-garis merah dan putih juga berasal dari warna Majapahit. Semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka Tunggal Ika", dikutip dari "Kakawin Sutasoma" yang ditulis oleh Mpu Tantular, seorang pujangga Majapahit.
Arsitektur
Majapahit memiliki pengaruh yang nyata dan berkelanjutan dalam bidang arsitektur di Indonesia. Penggambaran bentuk paviliun (pendopo) berbagai bangunan di ibukota Majapahit dalam kitab Negarakretagama telah menjadi inspirasi bagi arsitektur berbagai bangunan keraton di Jawa serta Pura dan kompleks perumahan masyarakat di Bali masa kini.
Persenjataan
Pada zaman Majapahit terjadi perkembangan, pelestarian, dan penyebaran teknik pembuatan keris
berikut fungsi sosial dan ritualnya. Teknik pembuatan keris mengalami
penghalusan dan pemilihan bahan menjadi semakin selektif. Keris
pra-Majapahit dikenal berat namun semenjak masa ini dan seterusnya,
bilah keris yang ringan tetapi kuat menjadi petunjuk kualitas sebuah
keris. Penggunaan keris sebagai tanda kebesaran kalangan aristokrat juga berkembang pada masa ini dan meluas ke berbagai penjuru Nusantara, terutama di bagian barat.
Selain keris, berkembang pula teknik pembuatan dan penggunaan tombak.
Kesenian modern
Kebesaran kerajaan ini dan berbagai intrik politik yang terjadi pada
masa itu menjadi sumber inspirasi tidak henti-hentinya bagi para seniman
masa selanjutnya untuk menuangkan kreasinya, terutama di Indonesia.
Berikut adalah daftar beberapa karya seni yang berkaitan dengan masa
tersebut.
Puisi lama
- Serat Darmagandhul, sebuah kitab yang tidak jelas penulisnya karena menggunakan nama pena Ki Kalamwadi, namun diperkirakan dari masa Kasunanan Surakarta. Kitab ini berkisah tentang hal-hal yang berkaitan dengan perubahan keyakinan orang Majapahit dari agama sinkretis "Buda" ke Islam dan sejumlah ibadah yang perlu dilakukan sebagai umat Islam.
Komik dan strip komik
- Serial "Mahesa Rani" karya Teguh Santosa yang dimuat di Majalah Hai, mengambil latar belakang pada masa keruntuhan Singhasari hingga awal-awal karier Mada (Gajah Mada), adik seperguruan Lubdhaka, seorang rekan Mahesa Rani.
- Komik/Cerita bergambar Imperium Majapahit, karya Jan Mintaraga.
- Komik Majapahit karya R.A. Kosasih
- Strip komik "Panji Koming" karya Dwi Koendoro yang dimuat di surat kabar "Kompas" edisi Minggu, menceritakan kisah sehari-hari seorang warga Majapahit bernama Panji Koming.
- Komik "Dharmaputra Winehsuka", karya Alex Irzaqi, kisah Ra Kuti dan Ra Semi dalam latar peristiwa pemerontakan Nambi 1316 M.
Roman/novel sejarah
- Sandyakalaning Majapahit (1933), roman sejarah dengan setting masa keruntuhan Majapahit, karya Sanusi Pane.
- Kemelut Di Majapahit, roman sejarah dengan setting masa kejayaan Majapahit, karya Asmaraman S. Kho Ping Hoo.
- Zaman Gemilang (1938/1950/2000), roman sejarah yang menceritakan akhir masa Singasari, masa Majapahit, dan berakhir pada intrik seputar terbunuhnya Jayanegara, karya Matu Mona/Hasbullah Parinduri.
- Senopati Pamungkas (1986/2003), cerita silat dengan setting runtuhnya Singhasari dan awal berdirinya Majapahit hingga pemerintahan Jayanagara, karya Arswendo Atmowiloto.
- Arus Balik (1995), sebuah epos pasca kejayaaan Nusantara pada awal abad 16, karya Pramoedya Ananta Toer.
- Dyah Pitaloka - Senja di Langit Majapahit (2005), roman karya Hermawan Aksan tentang Dyah Pitaloka Citraresmi, putri dari Kerajaan Sunda yang gugur dalam Peristiwa Bubat.
- Gajah Mada (2005), sebuah roman sejarah berseri yang mengisahkan kehidupan Gajah Mada dengan ambisinya menguasai Nusantara, karya Langit Kresna Hariadi.
- Jung Jawa (2009), sebuah antologi cerita pendek berlatar Nusantara, karya Rendra Fatrisna Kurniawan, diterbitkan Babel Publishing dengan ISBN 978-979-25-3953-0.
Film/Sinetron
- Tutur Tinular, suatu adaptasi film karya S. Tidjab dari serial sandiwara radio. Kisah ini berlatar belakang Singhasari pada pemerintahan Kertanegara hingga Majapahit pada pemerintahan Jayanagara.
- Saur Sepuh, suatu adaptasi film karya Niki Kosasih dari serial sandiwara radio yang populer pada kurun dasawarsa pertengahan 1980-an hingga awal 1990-an. Film ini sebetulnya lebih berfokus pada sejarah Pajajaran namun berkait dengan Majapahit pula.
- Walisongo, sinetron Ramadhan tahun 2003 yang berlatar Majapahit pada masa Brawijaya V hingga Kesultanan Demak di zaman Sultan Trenggana.
- Puteri Gunung Ledang, sebuah film Malaysia tahun 2004, mengangkat cerita berdasarkan legenda Melayu terkenal, Puteri Gunung Ledang. Film ini menceritakan kisah percintaan Gusti Putri Retno Dumilah, seorang putri Majapahit, dengan Hang Tuah, seorang perwira Kesultanan Malaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar